Rabu, 01 Januari 2020

TUGAS 3 DRAFT PROPOSAL TESIS


TUGAS 3
DRAFT PROPOSAL TESIS
Tugas Akhir Semester

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Marsigit, M.A

 

Disusun Oleh :
Khintoko Intan Permatasari
NIM  19701251020

PROGRAM STUDI S-2 PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2019

A.    Latar Belakang
Salah satu kemampuan yang harus dimiliki dan wajib untuk dikembangkan dalam diri siswa adalah kemampuan berpikir kreatif matematis. Kemampuan berpikir kreatif dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika. Hal ini didukung dengan Permendikbud tahun 2014 Nomor 58 tentang kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama yang menjelaskan bahwa matematika perlu diberikan kepada peserta didik dalam kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, inovatif, dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Berpikir kreatif salah proses kontruksi ide yang menekankan pasa aspek kelancaran, keluwesan, kebaruan, dan keterincian (Isaken dalam Grieshober, 2004). Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan untuk menghasilkan ide atau cara baru dalam menghasilkan suatu produk (Martin, 2009). Biasanya berpikir kreatif dipicu oleh masalah – masalah matematis yang menantang.
Dari berbagai pengertian kemampuan berpikir kreatif matematis yang sudah disebutkan, memberi perhatian betapa pentingnya kemampuan berpikir kreatif matematis bagi peserta didik untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul di dalam kehidupan sehari – hari. Kemampuan tersebut dapat dicapai salah satunya dengan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dalam perencanaan untuk menghadapi berbagai masalah yang muncul di masyarakat. Dari pengertian kemampuan berpikir kreatif matematis menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa berpikir kreatif adalah proses kontruksi ide yang menekankan pada aspek kelancaran, keluwesan, kebaruan, dan keterincian.
Tantangan tentang berpikir kreatif yang dihadapi Indonesia tidak hanya secara nasional tetapi juga internasional. Pengukuran kemampuan penguasaan matematika yang diikuti oleh Indonesia adalah PISA (Program for International Student Assesment) yang mengukur kekreatifan peserta didik di ranah internasional. Pada soal PISA memuat keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) yang diterapkan pada semua level soal sehingga dalam soal- soal PISA tidak hanya soal dengan level tinggi saja yang berbasis HOTS melainkan seluruh level soal juga diterapkan soal –soal berbasis HOTS. Murray (2011) mengungkapkan bahwasanya HOTS adalah pemikiran tingkat tinggi yang terdiri dari berpikir kritis, pemecahan masalah, berpikir kreatif, dan pengambilan keputusan. Hal ini diperkuat oleh Conklin (2012:14) yang memaparkan secara sederhana bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi hanya mencakup berpikir kritis dan berpikir kreatif.
Kemampuan berpikir kreatif peserta didik Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan matematis yang diukur dalam PISA menunjukkan nilai rendah selama 7 tahun ini. Hal ini juga dipengaruhi oleh rendahnya minat membaca dan menulis peserta didik sehingga menghambat kreativitasan peserta didik sehingga tidak berkembangnya berpikir kreatif siswa dalam menentukan strategi penyelesaian masalah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Amber Yayin Wang (2011) diperoleh bahwa peserta didik yang menghabiskan lebih banyak waktu membaca atau menulis berkinerja lebih baik pada tes kreativitas. Jelas terlihat korelasi yang nyata antara membaca dan menulis dengan kemampuan berpikir kreatif peserta didik.
Selain itu, cara berpikir kreatif antara laki – laki dan perempuan sangat berbeda dalam menyelesaikan suatu permasalahan dalam matematika. Dalam berpikir kreatif matematis antara laki – laki dan perempuan memiliki perbedaan yang signifikan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa gender merupakan faktor yang memperngaruhi cara memperoleh pengetahuan matematika. Keitel (1998) menyatakan bahwa “gender, social,  and cultural dimensions are very powerfully in conceptualizations of mathematics education,…”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dinyatakan bahwa gender merupakan salah satu dimensi yang berpengaruh dalam proses konseptualisasi dalam pendidikan matematika. Perbedaan gender juga berpengaruh pada berbedanya berpikir keratif dalam menyelesaikan suatu permasalahan matematis antara siswa laki – laki dan perempuan. Menurut Ashari (2014) ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara laki – laki dan perempuan dalam hal berpikir kreatif dalam menyelesaikan permasalahan. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa laki – laki dan perempuan sangatlah berbeda dalam menyelesaikan permasalahan matematika. Kelompok laki – laki lebih mengandalkan strategi spasial ketika menyelesaikan tugas rotasi mental, sedangkan kelompok perempuan cenderung menggunakan strategi verbal. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan jika kemampuan berpikir kreatif pada siswa laki – laki dan perempuan sangatlah berbeda.
Kemampuan berpikir kreatif siswa laki- laki dan perempuan dapat dianalisis dengan menggunakan teori tes klasik dan Item Repson Theory (IRT) . alat ukur yang baik akan menentukan hasil estimasi kemampuan yang baik pula. Alat ukur yang baik harus memiliki kesahihan dan keandalan. Suatu tes dilakukan dengan tujuan untuk menaksir sejauhmana kemampuan peserta didik dengan tingkat error sekecil mungkin. Dalam hal ini, analisis kemampuan berpikir kreatif siswa laki- laki dan perempuan dapat dianalisis menggunakan berbagai model penskoran yang berbeda karena penggunaan yang berbeda akan memungkinkan hasil yang berbeda pula. Model – model analisis politomi pada teori respon butir antara lain partial credit model (PCM) dan graded respons model (GRM).
Berdasarkan uraian di atas, pentingnya pengukuran kemampuan peserta didik dalam berpikir kreatif matematis menjadi tolak ukur pengukuran pendidikan secara nasional maupun internasional. Dari uraian di atas dengan berbagai hasil penelitian menggunakan model politomus menghasilkan hasil yang berbeda sesuai dengan pendekatan yang digunakan maka diperlukan perbandingan.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.      Bagaimana kemampuan berpikir kreatif matematis siswa perempuan dan laki – laki dengan model penskoran GRM tahun ajaran 2020/2021 berdasarkan teori respon butir?
2.      Bagaimana kemampuan berpikir kreatif matematis siswa perempuan dan laki – laki dengan model penskoran PCM tahun ajaran 2020/2021 berdasarkan teori respon butir?
3.      Bagaimana perbandingan hasil analisis kemampuan berpikir kreatif matematis siswa perempuan dan laki – laki dengan model penskoran berdasarkan teori respon butir?
C.    Landasan Teori
1.      Penilaian, Pengukuran, dan Evaluasi Pendidikan
Kegiatan pengukuran, penilaian, dan evaluasi adalah hirarki yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Sifat hirarki ini menunjukkan bahwa semua kegiatan evaluasi melibatkan pengukuran dan penilaian (Mardapi, 2012:5). Proses evaluasi didahului dengan proses penilaian dan pengukuran. Pada proses pengukuran ini membutuhkan instrument yang baik dalam pelaksanaannya agar dapat memberikan informasi yang benar dan dapat menjelaskan karakteristik dari setiap peserta didik dalam proses belajar mengajar berlangsung. Alat ukur ayang digunakan terdiri dari tes dan non tes. Dalam penelitian ini alat ukur yang akan digunakan merupakan alat ukur tes dikarenakan untuk mengukur kemampuan peserta didik.
2.      Mata pelajaran Matematika
Menurut Kilpatrik & Swaffofr (2001, 8-9) matematika memiliki lima tahapan kegiatan seperti berikut: (a) mengetahui konsep matematika, operasi, dna relasi serta mengetahui symbol, diagram, dan prosedur secara umum (understanding), (b) menggunakan prosedur matematika seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, akurasi, efisiensi, dan mampu memperkirakan (computing), (c) memformulakan masalah matematika, menggunakan strategi untuk menyelesaikannya dengan konsep dan prosedur (applying), (d) menggunakan logika untuk menjelaskan dan memberikan keputusan penyelesaian masalah atau menyampaikan dari  beberapa hal yang diketahui sampai hal yang tidak diketahui (reasoning), (e) kondisi terlibat atau melihat matematika secara masuk akal, menggunakan dan dapat dilakukan atau dapat dikerjakan dalam suatu pekerjaan.
Dilihat dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan jika matematika sangatlah penting dalam pembelajaran. Pembelajaran matematika yang baik sebaiknya lebih menekankan aktivitas siswa sebagai pusat pembelajaran. Menurut Turmudi (2008) dalam pembelajaran matematika siswa harus dirangsang untuk mencari sendiri, melakukan penyeledikan (inverstigation), melakukan pembuktian terhadap suatu pendugaan (conjecture) yang dibuat sendiri, dan mencari tahu jawaban atas pertanyaan teman atau pertanyaan gurunya.
3.      Berpikir Kreatif Matematis
Arendd &Kilcher (2010:233) bahwa berpikir kreatif merupakan suatu keterampilan kognitif dan keterampilan untuk menghasilkan solusi baru terhadap suatu masalah. Berpikir kreatif juga didasari oleh terjadinya pengintergrasian informasi yang melibatkan pengetahuan dan pengalaman yang sudah dimiliki dengan situasi baru (Fraser, 1991:68). Jacques (2016:24) menjelaskan bahwa kreativitas matematika berakar pada kemampuan intelektual dan ciri-ciri kepribadian masing-masing individu, di mana pengaruh langsung pendidikan hanya moderat. Untuk mengembangkan pemikiran awal mereka, siswa harus memiliki kesempatan untuk bekerja dengan masalah yang tidak jelas dan terbuka, untuk salah dan membuat kesalahan, dan untuk menemukan solusi berbeda untuk masalah yang sama. Melalui pengalaman-pengalaman ini, terkait dengan emosi positif, siswa harus mengembangkan motivasi intrinsik untuk kreativitas dalam matematika.
Resna Maulina Ayu Bernadi (2017:89) menggunakan aspek berpikir keluwesan, kelancaran, orisinil, dan keterincian untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif. Ervynck (Einav,2011:1091) menyarankan tiga tahap yang diperlukan untuk pengembangan kreativitas matematika: (i) tahap teknis awal, (ii) tahap aktivitas algoritmik, dan (iii) tahap aktivitas kreatif (konseptual, konstruktif). Tahap pertama mengacu pada aplikasi praktis dari aturan dan prosedur matematika tanpa pengetahuan tentang sumber teoritis. Tahap kedua menekankan penggunaan prosedur untuk melakukan operasi matematika dengan pengetahuan sumber teoretis. Akhirnya, tahap ketiga melibatkan aktivitas yang tidak terkait dengan algoritma yang dikenal, di mana ia memerlukan pemahaman baru tentang definisi atau menyusun teorema baru dan buktinya.
4.      Tes dan Bentuk Tes
Tes merupakan salah satu bentuk instrument yang digunakan untuk melakukan pengukuran. Tes terdiri dari atas sejumlah pertanyaan yang memiliki jawaban benar atau salah, atau semua benar atau sebagian benar (Mardapi, 2012: 108). Tujuan dilaksanakannya tes adalah untuk mengukur tingkat kemampuan seseorang atau mengungkap aspek tertentu dari peserta tes. Hasil tes merupakan informasi tentang karakteristik seseorang atau sekelompok orang (Mansyur, Rasyid, Suratno, 2015:30). Oleh karena itu, agar diperoleh informasi yang akurat dibutuhkan tes yang handal dan sahih.
Widoyoko (2016:46) menjelaskan jika tes dikategorikan ke dalam dua jenis jika dilihat dari cara penskorannya yaitu tes objektif dan tes subjektif. Tes format subjektif terdiri atas uraian bebas yaitu tes uraian bebas (extended response tes) dan uraian terbatas (restricted response tes) Gronlund & Linn (1990:123). Tes uraian bebas (extended response tes) adalah tes yang memberi keleluasaan peserta tes untuk mengkonstruksi dan mengungkapkan gagasan yang ada dalam pikiran untuk menyelesaikan soal – soal tes. Sedangkan, uraian terbatas (restricted response tes) membatasi peserta didik dalam menjawab seperti ada batasan –batasan atau petunjuk kepada peserta didik untuk menjawab contohnya tipe jawaban melengkapi dan tipe jawaban singkat.
Oleh karena itu, dapat dikatakan jika tes uraian dapat mengembangkan kemampuan mengorganisasi, menafsirkan, serta menghubungkan pengetahuan – pengetahuan yang dimiliki siswa dalam bentuk kalimat dengan kreatifitas tinggi.
5.      Teori Respon Butir
Teori respon butir merupakan model matematis yang penggunaan-nya mempunyai arti bahwasanya probabilitas subjek untuk menjawab benar bergantung pada kemampuan dan karakter butir instrumennya. Oleh karena, dalam teori respon butir, peserta tes yang mempunyai kemampuan tinggi akan mempunyai peluang menjawab benar dalam tes dan sebaliknya bahwa peserta tes yang mempunyai peluang menjawab salah lebih besar. Teori respon butir mempunyai tiga asumsi yang harus dipenuhi yaitu uji unidimensi, independensi local dan invariansi parameter (Retnawati, 2017:1). Model penskoran yang sering digunakan para ahli yaitu GRM dan PCM (Retnawati, 2017:32). Pembahasan GRM dan PCM, adalah sebagai berikut.
a.    Grade Respons Model (GRM)
Model penskoran butir politomi yang lain pada teori yang lain pada teori respon butir yang sering digunakan di masyarakat luas adalah Grade Respons Model (GRM). Pada model ini, respon peserta terhadap butir  dikategorikan menjadi  skor kategori terurut   dengan   merupakan banyaknya langkah dalam menyelesaikan dengan benar butir  , dan indeks kesukaran dalam setiap langkah juga terurut. Hubungan parameter butir dan kemampuan peserta dalam GRM untuk kasus homogen (aj sama dalam setiap langkah) dapat dinyatakan oleh Muraki & Bock (Retnawati, 2017: 162) sebagai berikut.
            (1)
                (2)
Dengan  
 
=
Indeks daya beda butir
 
=
Kemampuan peserta
 
=
Probabilitas peserta berkemampuan  yang memperoleh skor kategori pada butir
 
=
Indeks kesukaran kategori  pada butir
=
Probabilitas peserta berkemampuan  yang memperoleh skor kategori  atau lebih pada butir
D
=
Faktor skala
b.    Partial Credit Model (PCM)
PCM merupakan model penskoran politomus yang merupakan perluasan dari model Rasch pada data dikotomi. Asumsi pada PCM yakni setiap butir mempunyai daya beda yang sama. PCM mempunyai kemiripan dengan Grade Respons Model (GRM) pada butir yang di skor dalam kategori berjenjang, namun indeks kesukaran dalam setiap langkah tidak perlu terurut, suatu langkah dapat lebih sukar dibandingkan langkah berikutnya. (Retnawati, 2017: 149). Bentuk umum PCM menurut Muraki & Bock (Retnawati, 2017:149) sebagai berikut.
  … (1)
Dengan,
 
=
Probabilitas peseta berkemampuan  memperoleh skor kategori  pada butir
 
=
Kemampuan peserta
 
=
Banyaknya kategori butir
 
=
Indeks kesukaran kategori  pada butir
 … (2)
Skor kategori pada PCM menunjukkan banyaknya langkah untuk menyelesaikan dengan benar butir tersebut. skor kategori yang lebih tinggi menunjukkan kemampuan yang lebih besar daripada skor kategori yang lebih rendah. Pada PCM, jika suatu butir memiliki dua kategori, maka persamaan 2 menjadi persamaan model Rasch, seperti persamaan yang dinyatakan oleh Hambleton, Swaminathan (Retnawati, 2017: 149). Sebagai akibat dari hal ini, PCM dapat diterapkan pada butir politomi dan dikotomi.
D.    Metodologi Penelitian
1.    Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian survei dengan pendekatan kuantitatif yaotu dengan menganalisis hasil respon siswa (laki – laki) pada kelas VII SMP pada soal tes berpikir kreatif matematis mata pelajaran matematika tahun ajaran 2020/2021 di Kabupaten Bantul. Soal yang dimaksud merupakan soal berbasis HOTS  dengan bentuk soal uraian yang dianalisis menggunakan model penskoran politomus.
2.    Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari seluruh siswa kelas VII dari SMP Negeri di Kabupaten Bantul. Teknik sampling yang digunakan adalah Proposional Random Sampling yaitu pengambilan sampel ketika populasi mempunyai susunan yang bertingkat dalam hal kemampuan siswa. Dalam menentukan sampel dari setiap siswa perempuan dan laki – laki menggunakan Random Sampling yaitu dimana memilih siswa sebagai sampel dilakukan secara acak.
3.    Variabel Penelitian
Variabel terikat pada penelitian ini adalah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Sedangkan variabel bebasnya adalah model penskoran politomus. Kemampuan berpikir kreatif matematis dianalisis berdasarkan teori respon butir dengan model penskoran GRM dan PCM. Beberapa variabel lain yang muncul dalam penelitian diabaikan.


4.    Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tes. Tes dilakukan menggunakan soal berpikir kreatif matematis kelas VII berbasis HOTS (Bilangan, Himpunan, Aljabar, Persamaan dan Pertidaksamaan Linier Satu Variabel) dalam bentuk uraian. Pengumpulan data dengan menggunakan tes ini dilakukan dalam waktu 80 menit.
Instrument pengumpulan data dalam penelitian ini adalah perangkat tes berpikir kreatif matematis berbasis HOTS (Bilangan, Himpunan, Aljabar, Persamaan dan Pertidaksamaan Linier Satu Variabel) untuk kelas VII dengan bentuk soal uraian. Instrument pengumpulan data disusun dengan langkah penyusunan instrument menurut Mardapi (2017) yaitu menentukan tujuan tes, menyusun kisi – kisi tes, menulis soal tes, menelaah soal dengan mereview dan merevisi soal, melakukan uji coba soal yang selanjutnya dilakukan analisis  dan perbaikan serta perakitan soal menjadi perangkat tes.
5.    Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Validitas instrument dilakukan untuk menguji kelayakan suatu instrument agar dapat mengukur apa yang seharusnya diukur dalam suatu bidang tertentu. Validitas instrument yang dilakukan yaitu validitas isi. Validitas isi mengukur sejauh mana elemen – elemen dalam suatu instrument ukur benar – benar relevan. Bukti validitas isi dilakukan oleh expert judgement yang sesuai dengan bidang yang diukur (Mardapi, 2017:34).
Beberapa ahli yang digunakan merupakan ahli pengukuran dan ahli materi, penilaian yang dilakukan dalam isi instrument memberikan skor nilai 1 sampai 4 dengan kategori tidak relevan, kurang relevan, relevan, dan sangat relevan. Selanjutnya, setelah mendapatkan skor dari validator/ ahli, instrument dihitung menggunakan formula AikenV seperti berikut ini.
Keterangan :
s
:
 
: angka penilaian validitas terendah
c
: angka penilaian validitas tertinggi
r
: angka yang diberikan oleh penilai
Butir dapat jika koefisien validitasnya sekitar 0,8 (Retnawati, 2016). Adapun validitas isi dianalisis dengan software SPSS.
Reliabilitas instrumen dilakukan untuk mengetahui instrument yang digunakan untuk mengukur kamampuan indivividu termasuk dalam katehori handal atau tidak. Keandalan tersebut menunjukkan koefisien tingkat keajegan atau konsistensi hasil pengukuran suatu tes (Mardapi, 2017:46). Penelitian ini menggunakan reliabilitas Cronbach Alpha, karena mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang digunakan pada soal – soal uraian. Formula yang menghitung reliabilitasnya sebagai berikut.
dimana
r11
: koefisien reliabilitas
 
: jumlah item
 
: jumlah varian skor tiap item
: varian total
6.    Teknik Analisis Data
Analisis data dimulai dengan menganalisis butir soal kemampuan berpikir kreatif berbasis HOTS pada perempuan dan laki – laki siswa SMP kelas VII. Analisis selanjutnya dilakukan berdasarkan teori respon butir dengan menguji asumsi prasyarat yaitu asumsi unidimensi, asumsi independensi local dan asumsi invariansi kemampuan.
Pembuktian asumsi unidimensi menggunakan analisis faktor, untuk melihat Nilai Eigen pada Matriks Varian Kovarian Inter butir. Namun sebelumnya dilakukan uji kelayakan sampel/ kecukupan sampel dengan uji KMO-MSA dan Uji Bartlet’s dengan kriteria KMO-MSA > 0,5 dan Uji Barttlet’s P – Value < 0,05. Selanjutnya untuk melihat Eigen Value dan Plot. Asumsi Unidimensi menunjukkan bahwa nilai eigen pada salah satu faktor merupakan faktor yang dominan dari pada faktor lainnya maka pada tahap ini Unidimensi dapat dikatakan terpenuhi.
Asumsi Independensi Lokal secara langsung akan terpenuhi jika Uji Unidimensi terpenuhi. Sehingga jika uji Unidimensi terbukti maka dapat dikatakan jika respon peserta tes bersifat Independensi Lokal (Retnawati, 2016:2)
Asumsi invariansi kemampuan akan dibuktikan dengan mengestimasi kemampuan menggunakan nomor ganjil dan genap untuk setiap jenis kelamin pada siswa. Selanjutnya disajikan diagram pencar, kemudian dibandingkan dengan garis . Invariansi kemampuan akan terbukti jika hasil penskoran kemampuan peserta tes tidak berbeda walaupun tes  yang dikerjakan berbeda tingkat kesulitannya (Retnawati, 2016:3)
Selanjutnya untuk menganalisis parameter kemampuan peserta tes akan dilakukan dengan bantuan software Parscale.
DAFTAR PUSTAKA
Amber, Yayin Wang. (2012). Exploring the Relationship of Creative Thinking to Reading and Writing.Thingking Skills and Creativity Vol 7, Issue 1 April 2012 38-47.
Arends, R.I. & Kilcher, A. (2010). Teaching for Student Learning Becoming an Accomplished Teacher. Madison Avenue, NY: Routledge.
Bernadi, R. (2017). Peningkatan Kreativitas siswa kelas IV SD melalui Pembelajaran Tematik Integratif dengan Pendekatan Open – Ended. Jurnal Prima Edukasia, 5 (1), 91-101.
Coonklin, W. (2012). Higher – order thinking skills to develop 21st Century learners. Huntington Beach: Shell Educational Publish, Inc.
Einav Aizikovitsh- Udi & Miriam, Amit. (2011). Developing the skills of critical and creative thinking by probability teaching. Procedia Social and Behavioral Sciences 15 (2011) 1087–1091.
Fraser, D. L. (1991). Playdancing : Discovering and Developing Creativity in Young Children. Pennington: Princeton Book Company, Publishers.
Grieshober, W. E. (2004). Continuing a Dictionary of Creativity Terms & University of New York College at Buffalo. (Online). Tersedia: http://www.buffalostate.edu/orgs/cbir/ReadingRoom/theses/Grieswep.pdf.  (30 Des 2019)
Gronlund, N.E. & Linn, R.L (1990). Measurement and Evaluation in Teaching. New York: Macmillian Publishers.
Jacques Gregoire. (2016). Understanding Creativity in Mathematics for Improving Mathematical Education. Journal of Cognitive Education and Psychology   Volume 15, Issue 1, November 2016, Pages 24-36
Keitel, C. (1998). Social justice and mathematics: Gender, class, ethnicity and the politics of schooling. Berlin: Freie Universitat Berlin.
Kilpatrick, dkk. 2001. Adding It Up: Helping Children Learn Mathematics. Mathematics Learning Study Committee, National Research Council (ed). Washington, DC : National Academy Press.
Mansyur, Rasyid, Suratno. (2019). Asesmen Pembelajaran di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mardapi, Djemari. (2012). Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: Nuha Litera.
Martin. (2009). Convergent and Divergent Thinking. Tersedia Online: http://www.eruptingmind.com/convergent-divergent-creative-thinking diakses tanggal 30 November 2019.
Murray, Eilen C. (2011). Implementing higher – order thinking in middle school mathematics classroom. Athens: The Graduate School The University or Georgia.
Turmudi. 2008. Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika: Paradigma Eksploratif dan Investigatif. Jakarta: Leuser Cita Pustaka
Widyoko, Eko Putro. (2016). Teknik penyusunan instrument penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.