TUGAS 3
DRAFT
PROPOSAL TESIS
Tugas Akhir Semester
Diajukan untuk Memenuhi
Tugas Akhir Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Prof.
Dr. Marsigit, M.A
Disusun
Oleh :
Khintoko
Intan Permatasari
NIM 19701251020
PROGRAM STUDI S-2
PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI
YOGYAKARTA
2019
A.
Latar
Belakang
Salah satu kemampuan yang harus dimiliki
dan wajib untuk dikembangkan dalam diri siswa adalah kemampuan berpikir kreatif
matematis. Kemampuan berpikir kreatif dapat dikembangkan melalui pembelajaran
matematika. Hal ini didukung dengan Permendikbud tahun 2014 Nomor 58 tentang
kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama yang menjelaskan bahwa matematika perlu
diberikan kepada peserta didik dalam kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, inovatif, dan kreatif serta kemampuan bekerja sama.
Berpikir kreatif salah proses kontruksi ide yang menekankan pasa aspek
kelancaran, keluwesan, kebaruan, dan keterincian (Isaken dalam Grieshober,
2004). Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan untuk menghasilkan ide atau
cara baru dalam menghasilkan suatu produk (Martin, 2009). Biasanya berpikir
kreatif dipicu oleh masalah – masalah matematis yang menantang.
Dari berbagai pengertian kemampuan
berpikir kreatif matematis yang sudah disebutkan, memberi perhatian betapa
pentingnya kemampuan berpikir kreatif matematis bagi peserta didik untuk menyelesaikan
permasalahan yang muncul di dalam kehidupan sehari – hari. Kemampuan tersebut
dapat dicapai salah satunya dengan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif
dalam perencanaan untuk menghadapi berbagai masalah yang muncul di masyarakat.
Dari pengertian kemampuan berpikir kreatif matematis menurut para ahli dapat
disimpulkan bahwa berpikir kreatif adalah proses kontruksi ide yang menekankan
pada aspek kelancaran, keluwesan, kebaruan, dan keterincian.
Tantangan tentang berpikir kreatif
yang dihadapi Indonesia tidak hanya secara nasional tetapi juga internasional.
Pengukuran kemampuan penguasaan matematika yang diikuti oleh Indonesia adalah
PISA (Program for International Student
Assesment) yang mengukur kekreatifan peserta didik di ranah internasional.
Pada soal PISA memuat keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) yang
diterapkan pada semua level soal sehingga dalam soal- soal PISA tidak hanya
soal dengan level tinggi saja yang berbasis HOTS melainkan seluruh level soal
juga diterapkan soal –soal berbasis HOTS. Murray (2011) mengungkapkan
bahwasanya HOTS adalah pemikiran tingkat tinggi yang terdiri dari berpikir
kritis, pemecahan masalah, berpikir kreatif, dan pengambilan keputusan. Hal ini
diperkuat oleh Conklin (2012:14) yang memaparkan secara sederhana bahwa
keterampilan berpikir tingkat tinggi hanya mencakup berpikir kritis dan
berpikir kreatif.
Kemampuan berpikir kreatif peserta
didik Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan matematis yang diukur dalam
PISA menunjukkan nilai rendah selama 7 tahun ini. Hal ini juga dipengaruhi oleh
rendahnya minat membaca dan menulis peserta didik sehingga menghambat
kreativitasan peserta didik sehingga tidak berkembangnya berpikir kreatif siswa
dalam menentukan strategi penyelesaian masalah. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Amber Yayin Wang (2011) diperoleh bahwa peserta didik yang
menghabiskan lebih banyak waktu membaca atau menulis berkinerja lebih baik pada
tes kreativitas. Jelas terlihat korelasi yang nyata antara membaca dan menulis
dengan kemampuan berpikir kreatif peserta didik.
Selain itu, cara berpikir kreatif
antara laki – laki dan perempuan sangat berbeda dalam menyelesaikan suatu
permasalahan dalam matematika. Dalam berpikir kreatif matematis antara laki –
laki dan perempuan memiliki perbedaan yang signifikan. Hasil penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa gender merupakan faktor yang memperngaruhi cara
memperoleh pengetahuan matematika. Keitel (1998) menyatakan bahwa “gender, social, and cultural dimensions are very powerfully
in conceptualizations of mathematics education,…”. Berdasarkan pendapat
tersebut dapat dinyatakan bahwa gender merupakan salah satu dimensi yang
berpengaruh dalam proses konseptualisasi dalam pendidikan matematika. Perbedaan
gender juga berpengaruh pada berbedanya berpikir keratif dalam menyelesaikan
suatu permasalahan matematis antara siswa laki – laki dan perempuan. Menurut Ashari
(2014) ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara laki – laki dan perempuan dalam hal berpikir kreatif dalam
menyelesaikan permasalahan. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa kemampuan
berpikir kreatif siswa laki – laki dan perempuan sangatlah berbeda dalam
menyelesaikan permasalahan matematika. Kelompok laki – laki lebih mengandalkan
strategi spasial ketika menyelesaikan tugas rotasi mental, sedangkan kelompok
perempuan cenderung menggunakan strategi verbal. Berdasarkan penjelasan di
atas, dapat ditarik kesimpulan jika kemampuan berpikir kreatif pada siswa laki
– laki dan perempuan sangatlah berbeda.
Kemampuan berpikir kreatif siswa
laki- laki dan perempuan dapat dianalisis dengan menggunakan teori tes klasik
dan Item Repson Theory (IRT) . alat
ukur yang baik akan menentukan hasil estimasi kemampuan yang baik pula. Alat
ukur yang baik harus memiliki kesahihan dan keandalan. Suatu tes dilakukan
dengan tujuan untuk menaksir sejauhmana kemampuan peserta didik dengan tingkat
error sekecil mungkin. Dalam hal ini, analisis kemampuan berpikir kreatif siswa
laki- laki dan perempuan dapat dianalisis menggunakan berbagai model penskoran
yang berbeda karena penggunaan yang berbeda akan memungkinkan hasil yang
berbeda pula. Model – model analisis politomi pada teori respon butir antara
lain partial credit model (PCM) dan graded
respons model (GRM).
Berdasarkan uraian di atas,
pentingnya pengukuran kemampuan peserta didik dalam berpikir kreatif matematis
menjadi tolak ukur pengukuran pendidikan secara nasional maupun internasional.
Dari uraian di atas dengan berbagai hasil penelitian menggunakan model
politomus menghasilkan hasil yang berbeda sesuai dengan pendekatan yang
digunakan maka diperlukan perbandingan.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di
atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa perempuan dan laki – laki dengan
model penskoran GRM tahun ajaran 2020/2021 berdasarkan teori respon butir?
2. Bagaimana
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa perempuan dan laki – laki dengan
model penskoran PCM tahun ajaran 2020/2021 berdasarkan teori respon butir?
3. Bagaimana
perbandingan hasil analisis kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
perempuan dan laki – laki dengan model penskoran berdasarkan teori respon
butir?
C. Landasan
Teori
1. Penilaian,
Pengukuran, dan Evaluasi Pendidikan
Kegiatan pengukuran, penilaian, dan
evaluasi adalah hirarki yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Sifat
hirarki ini menunjukkan bahwa semua kegiatan evaluasi melibatkan pengukuran dan
penilaian (Mardapi, 2012:5). Proses evaluasi didahului dengan proses penilaian
dan pengukuran. Pada proses pengukuran ini membutuhkan instrument yang baik
dalam pelaksanaannya agar dapat memberikan informasi yang benar dan dapat
menjelaskan karakteristik dari setiap peserta didik dalam proses belajar mengajar
berlangsung. Alat ukur ayang digunakan terdiri dari tes dan non tes. Dalam
penelitian ini alat ukur yang akan digunakan merupakan alat ukur tes
dikarenakan untuk mengukur kemampuan peserta didik.
2. Mata
pelajaran Matematika
Menurut Kilpatrik & Swaffofr
(2001, 8-9) matematika memiliki lima tahapan kegiatan seperti berikut: (a)
mengetahui konsep matematika, operasi, dna relasi serta mengetahui symbol,
diagram, dan prosedur secara umum (understanding),
(b) menggunakan prosedur matematika seperti penjumlahan, pengurangan,
perkalian, pembagian, akurasi, efisiensi, dan mampu memperkirakan (computing), (c) memformulakan masalah
matematika, menggunakan strategi untuk menyelesaikannya dengan konsep dan
prosedur (applying), (d) menggunakan
logika untuk menjelaskan dan memberikan keputusan penyelesaian masalah atau
menyampaikan dari beberapa hal yang
diketahui sampai hal yang tidak diketahui (reasoning),
(e) kondisi terlibat atau melihat matematika secara masuk akal, menggunakan dan
dapat dilakukan atau dapat dikerjakan dalam suatu pekerjaan.
Dilihat dari penjelasan di atas,
dapat disimpulkan jika matematika sangatlah penting dalam pembelajaran.
Pembelajaran matematika yang baik sebaiknya lebih menekankan aktivitas siswa
sebagai pusat pembelajaran. Menurut Turmudi (2008) dalam pembelajaran
matematika siswa harus dirangsang untuk mencari sendiri, melakukan penyeledikan
(inverstigation), melakukan
pembuktian terhadap suatu pendugaan (conjecture)
yang dibuat sendiri, dan mencari tahu jawaban atas pertanyaan teman atau
pertanyaan gurunya.
3.
Berpikir Kreatif
Matematis
Arendd &Kilcher (2010:233)
bahwa berpikir kreatif merupakan suatu keterampilan kognitif dan keterampilan
untuk menghasilkan solusi baru terhadap suatu masalah. Berpikir kreatif juga
didasari oleh terjadinya pengintergrasian informasi yang melibatkan pengetahuan
dan pengalaman yang sudah dimiliki dengan situasi baru (Fraser, 1991:68). Jacques (2016:24) menjelaskan bahwa kreativitas
matematika berakar pada kemampuan intelektual dan ciri-ciri kepribadian masing-masing
individu, di mana pengaruh langsung pendidikan hanya moderat. Untuk
mengembangkan pemikiran awal mereka, siswa harus memiliki kesempatan untuk
bekerja dengan masalah yang tidak jelas dan terbuka, untuk salah dan membuat
kesalahan, dan untuk menemukan solusi berbeda untuk masalah yang sama. Melalui
pengalaman-pengalaman ini, terkait dengan emosi positif, siswa harus
mengembangkan motivasi intrinsik untuk kreativitas dalam matematika.
Resna Maulina Ayu Bernadi (2017:89)
menggunakan aspek berpikir keluwesan, kelancaran, orisinil, dan keterincian
untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif. Ervynck (Einav,2011:1091)
menyarankan tiga tahap yang diperlukan untuk pengembangan kreativitas
matematika: (i) tahap teknis awal, (ii) tahap aktivitas algoritmik, dan (iii)
tahap aktivitas kreatif (konseptual, konstruktif). Tahap pertama mengacu pada
aplikasi praktis dari aturan dan prosedur matematika tanpa pengetahuan tentang
sumber teoritis. Tahap kedua menekankan penggunaan prosedur untuk melakukan
operasi matematika dengan pengetahuan sumber teoretis. Akhirnya, tahap ketiga
melibatkan aktivitas yang tidak terkait dengan algoritma yang dikenal, di mana
ia memerlukan pemahaman baru tentang definisi atau menyusun teorema baru dan
buktinya.
4.
Tes dan Bentuk Tes
Tes merupakan salah satu bentuk
instrument yang digunakan untuk melakukan pengukuran. Tes terdiri dari atas
sejumlah pertanyaan yang memiliki jawaban benar atau salah, atau semua benar
atau sebagian benar (Mardapi, 2012: 108). Tujuan dilaksanakannya tes adalah
untuk mengukur tingkat kemampuan seseorang atau mengungkap aspek tertentu dari
peserta tes. Hasil tes merupakan informasi tentang karakteristik seseorang atau
sekelompok orang (Mansyur, Rasyid, Suratno, 2015:30). Oleh karena itu, agar
diperoleh informasi yang akurat dibutuhkan tes yang handal dan sahih.
Widoyoko (2016:46) menjelaskan jika
tes dikategorikan ke dalam dua jenis jika dilihat dari cara penskorannya yaitu
tes objektif dan tes subjektif.
Tes
format subjektif terdiri atas uraian bebas yaitu tes uraian bebas (extended response tes) dan uraian
terbatas (restricted response tes)
Gronlund & Linn (1990:123). Tes uraian bebas (extended response tes) adalah tes yang memberi keleluasaan peserta
tes untuk mengkonstruksi dan mengungkapkan gagasan yang ada dalam pikiran untuk
menyelesaikan soal – soal tes. Sedangkan, uraian terbatas (restricted response tes) membatasi peserta didik dalam menjawab
seperti ada batasan –batasan atau petunjuk kepada peserta didik untuk menjawab
contohnya tipe jawaban melengkapi dan tipe jawaban singkat.
Oleh karena itu, dapat dikatakan
jika tes uraian dapat mengembangkan kemampuan mengorganisasi, menafsirkan,
serta menghubungkan pengetahuan – pengetahuan yang dimiliki siswa dalam bentuk
kalimat dengan kreatifitas tinggi.
5.
Teori Respon
Butir
Teori respon butir merupakan model
matematis yang penggunaan-nya mempunyai arti bahwasanya probabilitas subjek
untuk menjawab benar bergantung pada kemampuan dan karakter butir instrumennya.
Oleh karena, dalam teori respon butir, peserta tes yang mempunyai kemampuan
tinggi akan mempunyai peluang menjawab benar dalam tes dan sebaliknya bahwa
peserta tes yang mempunyai peluang menjawab
salah lebih besar. Teori respon butir mempunyai tiga asumsi yang harus dipenuhi
yaitu uji unidimensi, independensi local dan invariansi parameter (Retnawati,
2017:1). Model
penskoran yang sering digunakan para ahli yaitu GRM dan PCM (Retnawati,
2017:32). Pembahasan GRM dan PCM, adalah sebagai berikut.
a. Grade Respons Model
(GRM)
Model penskoran butir
politomi yang lain pada teori yang lain pada teori respon butir yang sering
digunakan di masyarakat luas adalah Grade
Respons Model (GRM). Pada model ini, respon peserta terhadap butir
dikategorikan menjadi
skor kategori terurut
dengan
merupakan banyaknya langkah dalam
menyelesaikan dengan benar butir , dan
indeks kesukaran dalam setiap langkah juga terurut. Hubungan parameter butir
dan kemampuan peserta dalam GRM untuk kasus homogen (aj sama dalam
setiap langkah) dapat dinyatakan oleh Muraki & Bock (Retnawati, 2017: 162)
sebagai berikut.
Dengan
=
|
Indeks
daya beda butir
|
|
=
|
Kemampuan
peserta
|
|
=
|
Probabilitas
peserta berkemampuan
|
|
=
|
Indeks
kesukaran kategori
|
|
=
|
Probabilitas
peserta berkemampuan
|
|
D
|
=
|
Faktor
skala
|
b. Partial Credit Model
(PCM)
PCM
merupakan model penskoran politomus yang merupakan perluasan dari model Rasch
pada data dikotomi. Asumsi pada PCM yakni setiap butir mempunyai daya beda yang
sama. PCM mempunyai kemiripan dengan Grade
Respons Model (GRM) pada butir yang di skor dalam kategori berjenjang,
namun indeks kesukaran dalam setiap langkah tidak perlu terurut, suatu langkah
dapat lebih sukar dibandingkan langkah berikutnya. (Retnawati, 2017: 149). Bentuk umum PCM menurut
Muraki & Bock (Retnawati, 2017:149) sebagai berikut.
Dengan,
=
|
Probabilitas
peseta berkemampuan
|
|
=
|
Kemampuan
peserta
|
|
=
|
Banyaknya
kategori butir
|
|
=
|
Indeks
kesukaran kategori
|
Skor kategori pada PCM menunjukkan
banyaknya langkah untuk menyelesaikan dengan benar butir tersebut. skor
kategori yang lebih tinggi menunjukkan kemampuan yang lebih besar daripada skor
kategori yang lebih rendah. Pada PCM, jika suatu butir memiliki dua kategori,
maka persamaan 2 menjadi persamaan model Rasch, seperti persamaan yang
dinyatakan oleh Hambleton, Swaminathan (Retnawati, 2017: 149). Sebagai akibat
dari hal ini, PCM dapat diterapkan pada butir politomi dan dikotomi.
D. Metodologi
Penelitian
1.
Jenis dan
Pendekatan Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan
merupakan penelitian survei dengan pendekatan kuantitatif yaotu dengan
menganalisis hasil respon siswa (laki – laki) pada kelas VII SMP pada soal tes
berpikir kreatif matematis mata pelajaran matematika tahun ajaran 2020/2021 di
Kabupaten Bantul. Soal yang dimaksud merupakan soal berbasis HOTS dengan bentuk soal uraian yang dianalisis
menggunakan model penskoran politomus.
2.
Populasi dan
Sampel
Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari seluruh siswa kelas VII dari SMP Negeri di
Kabupaten Bantul. Teknik sampling yang digunakan adalah Proposional Random Sampling yaitu pengambilan sampel ketika
populasi mempunyai susunan yang bertingkat dalam hal kemampuan siswa. Dalam
menentukan sampel dari setiap siswa perempuan dan laki – laki menggunakan Random Sampling yaitu dimana memilih
siswa sebagai sampel dilakukan secara acak.
3.
Variabel
Penelitian
Variabel terikat pada penelitian
ini adalah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Sedangkan variabel
bebasnya adalah model penskoran politomus. Kemampuan berpikir kreatif matematis
dianalisis berdasarkan teori respon butir dengan model penskoran GRM dan PCM.
Beberapa variabel lain yang muncul dalam penelitian diabaikan.
4.
Teknik dan
Instrumen Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan dengan tes. Tes dilakukan menggunakan soal berpikir
kreatif matematis kelas VII berbasis HOTS (Bilangan, Himpunan, Aljabar,
Persamaan dan Pertidaksamaan Linier Satu Variabel) dalam bentuk uraian.
Pengumpulan data dengan menggunakan tes ini dilakukan dalam waktu 80 menit.
Instrument
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah perangkat tes berpikir kreatif
matematis berbasis HOTS (Bilangan, Himpunan, Aljabar, Persamaan dan
Pertidaksamaan Linier Satu Variabel) untuk kelas VII dengan bentuk soal uraian.
Instrument pengumpulan data disusun dengan langkah penyusunan instrument
menurut Mardapi (2017) yaitu menentukan tujuan tes, menyusun kisi – kisi tes,
menulis soal tes, menelaah soal dengan mereview dan merevisi soal, melakukan
uji coba soal yang selanjutnya dilakukan analisis dan perbaikan serta perakitan soal menjadi
perangkat tes.
5.
Validitas dan
Reliabilitas Instrumen
Validitas instrument dilakukan
untuk menguji kelayakan suatu instrument agar dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur dalam suatu bidang tertentu. Validitas instrument yang
dilakukan yaitu validitas isi. Validitas isi mengukur sejauh mana elemen –
elemen dalam suatu instrument ukur benar – benar relevan. Bukti validitas isi
dilakukan oleh expert judgement yang
sesuai dengan bidang yang diukur (Mardapi, 2017:34).
Beberapa ahli yang digunakan
merupakan ahli pengukuran
dan ahli materi, penilaian yang dilakukan dalam isi instrument memberikan skor
nilai 1 sampai 4 dengan kategori tidak relevan, kurang relevan, relevan, dan
sangat relevan. Selanjutnya, setelah mendapatkan skor dari validator/ ahli, instrument
dihitung menggunakan formula AikenV seperti berikut ini.
Keterangan
:
s
|
:
|
:
angka penilaian validitas terendah
|
|
c
|
:
angka penilaian validitas tertinggi
|
r
|
:
angka yang diberikan oleh penilai
|
Butir
dapat jika koefisien validitasnya sekitar 0,8 (Retnawati, 2016). Adapun
validitas isi dianalisis dengan software SPSS.
Reliabilitas instrumen dilakukan
untuk mengetahui instrument yang digunakan untuk mengukur kamampuan indivividu
termasuk dalam katehori handal atau tidak. Keandalan tersebut menunjukkan
koefisien tingkat keajegan atau konsistensi hasil pengukuran suatu tes
(Mardapi, 2017:46). Penelitian ini menggunakan reliabilitas Cronbach Alpha,
karena mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang digunakan pada
soal – soal uraian. Formula yang menghitung reliabilitasnya sebagai berikut.
dimana
r11
|
:
koefisien reliabilitas
|
:
jumlah item
|
|
:
jumlah varian skor tiap item
|
|
:
varian total
|
6.
Teknik Analisis
Data
Analisis data dimulai dengan
menganalisis butir soal kemampuan berpikir kreatif berbasis HOTS pada perempuan
dan laki – laki siswa SMP kelas VII. Analisis selanjutnya dilakukan berdasarkan
teori respon butir dengan menguji asumsi prasyarat yaitu asumsi unidimensi,
asumsi independensi local dan asumsi invariansi kemampuan.
Pembuktian asumsi unidimensi
menggunakan analisis faktor, untuk melihat Nilai Eigen pada Matriks Varian Kovarian Inter butir.
Namun sebelumnya dilakukan uji kelayakan sampel/ kecukupan sampel dengan uji
KMO-MSA dan Uji Bartlet’s dengan
kriteria KMO-MSA > 0,5 dan Uji Barttlet’s
P – Value < 0,05. Selanjutnya
untuk melihat Eigen Value dan Plot. Asumsi Unidimensi menunjukkan
bahwa nilai eigen pada salah satu
faktor merupakan faktor yang dominan dari pada faktor lainnya maka pada tahap
ini Unidimensi dapat dikatakan terpenuhi.
Asumsi Independensi Lokal secara
langsung akan terpenuhi jika Uji Unidimensi terpenuhi. Sehingga jika uji
Unidimensi terbukti maka dapat dikatakan jika respon peserta tes bersifat
Independensi Lokal (Retnawati, 2016:2)
Asumsi invariansi kemampuan akan
dibuktikan dengan mengestimasi kemampuan menggunakan nomor ganjil dan genap
untuk setiap jenis kelamin pada siswa. Selanjutnya disajikan diagram pencar,
kemudian dibandingkan dengan garis
.
Invariansi kemampuan akan terbukti jika hasil penskoran kemampuan peserta tes
tidak berbeda walaupun tes yang
dikerjakan berbeda tingkat kesulitannya (Retnawati, 2016:3)
Selanjutnya untuk menganalisis parameter
kemampuan peserta tes akan dilakukan dengan bantuan software Parscale.
DAFTAR PUSTAKA
Amber, Yayin Wang. (2012). Exploring the Relationship of Creative Thinking to Reading and Writing.Thingking
Skills and Creativity Vol 7, Issue 1 April 2012 38-47.
Arends, R.I. & Kilcher, A. (2010). Teaching for Student Learning Becoming an
Accomplished Teacher. Madison Avenue, NY: Routledge.
Bernadi, R. (2017). Peningkatan Kreativitas siswa kelas IV SD melalui Pembelajaran Tematik Integratif
dengan Pendekatan Open – Ended. Jurnal Prima Edukasia, 5 (1), 91-101.
Coonklin, W. (2012). Higher – order thinking skills to develop 21st Century
learners. Huntington Beach: Shell Educational Publish, Inc.
Einav Aizikovitsh- Udi & Miriam, Amit. (2011). Developing the skills of critical and
creative thinking by probability teaching. Procedia Social and Behavioral
Sciences 15 (2011) 1087–1091.
Fraser, D. L. (1991). Playdancing : Discovering and Developing Creativity in Young Children.
Pennington: Princeton Book Company, Publishers.
Grieshober, W. E. (2004). Continuing a Dictionary of
Creativity Terms & University of New York College at Buffalo. (Online).
Tersedia: http://www.buffalostate.edu/orgs/cbir/ReadingRoom/theses/Grieswep.pdf. (30 Des 2019)
Gronlund, N.E. & Linn, R.L (1990). Measurement and Evaluation in Teaching.
New York: Macmillian Publishers.
Jacques Gregoire. (2016). Understanding Creativity in Mathematics for Improving Mathematical
Education. Journal of Cognitive Education and Psychology Volume 15, Issue 1, November 2016, Pages
24-36
Keitel, C. (1998). Social justice and mathematics: Gender, class, ethnicity and the
politics of schooling. Berlin: Freie Universitat Berlin.
Kilpatrick, dkk. 2001. Adding It Up: Helping Children Learn Mathematics. Mathematics
Learning Study Committee, National Research Council (ed). Washington, DC :
National Academy Press.
Mansyur, Rasyid, Suratno. (2019). Asesmen Pembelajaran di Sekolah.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mardapi, Djemari. (2012). Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: Nuha
Litera.
Martin. (2009). Convergent
and Divergent Thinking. Tersedia Online: http://www.eruptingmind.com/convergent-divergent-creative-thinking diakses
tanggal 30 November 2019.
Murray, Eilen C.
(2011). Implementing higher – order
thinking in middle school mathematics classroom. Athens: The Graduate
School The University or Georgia.
Turmudi. 2008. Landasan
Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika: Paradigma Eksploratif dan
Investigatif. Jakarta: Leuser Cita Pustaka
Widyoko, Eko Putro. (2016). Teknik penyusunan instrument penelitian. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.